Contoh Cerpen Peristiwa Matahari Pagi

Contoh Cerpen Peristiwa Matahari Pagi
Contoh Cerpen Peristiwa Matahari Pagi 


Diluar rumah ibu-ibu (termasuk ibu saya) masih pada heboh, mereka sibuk bercerita dan menertawakan tentang reaksi spontan mereka terhadap musibah yang nyaris menimpa asrama kami pagi tadi, Kebakaran. Alhamdulillah kami hanya diberi kepanikan, tanpa kehilangan satu hal pun.


Ceritanya itu, sekitar pukul sepuluh lewat sekian menit saya mendapat telepon dari Ibu saya. Diseberang sana beliau berbicara dengan nada panik tingkat dewa, saya yang tadinya sibuk bekerja ikut panik dong, berusaha mereka-reka kejadian apa yang menimpa keluarga saya dirumah. Tadinya saya pikir Adik saya kecelakaan, karena ibu saya sempat menyebutkan dua kata "Jannah" Nama adik saya, dan "angkatmi" angkat/angkut, dalam dialek Makassar. 


Tapi ternyata bukan, karena tak lama ibu saya kemudian menanyakan tempat penyimpanan berkas-berkas penting yang beberapa tahun belakangan saya mulai menyimpannya sendiri, dimana kunci lemari kamera DSLR dan Laptop saya. Dan saya semakin panik, semakin nyata dalam benak saya bahwa akan ada api yang siap-siap menghabisi asrama kami. Allahuakbar ya Allah…


Saya semakin panik, orang-orang dikantor juga jadi heran melihat perubahan air muka saya. Yang tiba-tiba setelah menerima telepon bingung mau ngapain, yah kayak orang bego'. Hahaha… lucu ah!!! Saya termasuk salah satu orang yang sangat membingunkan disaat panik, benar-benar bingung musti bikin apa atau musti bilang apa. 


Ditanya kenapa? Saya jawab "rumah pak di rumah ada api, katanya terbakar, saya mau pulang" orang dikantor mulai sedikit riuh, diskusi kilat dan kesimpulannya saya pulang diantar sama driver kantor; Pak Anto, ada Fuad juga yang menemani. Saya mengambil tas, kemudian saya taro lagi gantian saya mengambil Oblek, hp sama dompet saja.


Merasa kerepotan saya taro lagi, lalu terdiam soalnya benar-benar bingung musti bawa apa dan saya kembali menenteng tas saya. Yah setelah mobil siap, saya menyimpan semua barang itu kembali dan hanya mengambil HP saja dan bergegas keluar kantor. Yaelah…


Dalam perjalanan menuju rumah, saya lebih tenang. Hanya duduk diam dengan pikiran yang berkecamuk, berandai-andai mempersiapkan diri apapun yang terjadi dihadapan mata saya nantinya. Satu hal yang paling menyita pikiran saya adalah Ijazah S1 saya, baru-baru ini (sebelum lebaran) saya menggunakan ijazah tersebut dan belum mengembalikannya ketempat semula. Saya takut ijazah tersebut tercecer dan tak ditemukan oleh orang rumah saya. Saya takut Ijazah saya itu habis terbakar.


Saya pun terlebih takut, mengingat waktu SD dulu asrama saya pernah terbakar. 75% rumah habis terbakar dengan isi-isinya, Alhamdulillah waktu itu rumah saya masuk dalam hitungan yang 25%. Rumah saya selamat, tak kurang satu apapun tapi trauma yang ditimbulkan benar-benar hebat. Terlebih untuk Ibu saya. Api yang bersumber dari tempaat yang tak wajar selalu membuat kami panik hebat.


Perjalanan pulang kerumah hanya memakan waktu sekitar 15 menit, sampai di Jalan Baji Gau tepatnya di depan Hotel Marannu mobil yang kami tumpangi terpaksa tergores dalam demi menghindari mobil pemadam kebakaran yang muncul tiba-tiba dibelakang kami. Pilihan hanya dua, memaksa meminggirkan mobil yang berarti mengambil sebagian lahan parker becak-becak yang tidak pernah tertib itu ataukah menabrak motor yang ada didepan kami. Akh, belum juga sampai dirumah… masalah baru depan mata.


Sampai depan asrama, saya turun dengan kaki yang masih gemetaran *sumpah saya takut api* sepanjang perjalanan menyusuri lorong saya tak melihat ada apa, saya hanya melihat asap hitam yang menggumpal dari arah belakang rumah saya. Tapi situasi tidak setegangyang saya bayangkan sebelumnya, mungkin masa stress sudah lewat. Waktu datang, kami berpapasan dengan 3 mobil pemadam kebakaran yang juga baru akan menuju TKP. 


Sepanjang lorong banyak baju, tas yang berserakan entah siapa yang punya. Ada beberapa yang membungkus TV dan kipas angin, ada juga yang sempat-sempatnya menyelamatkan kulkas mereka. Ada juga sebagian ibu-ibu yang hanya bisa berdiri dan menangis, mungkin dia bingung bercampur takut yang lebih parah dari saya.


Tiba dirumah saya mendapati Ibu saya bersama tetangga-tetangga lainnya yang masih berdiam didepan rumah memastikan tidak ada lagi "terror" kobaran api yang mereka lihat tadi pagi. Ayah saya justru terlihat sangat santai seolah tidak terjadi apa-apa, hehehe… selalu saja respon perempuan memang terkadang sangat berlebihan. 


Setelah dipastikan aman, saya langsung masuk menuju kamar, dan dalam gelap (aliran listrik dipadamkan) saya mencari apa yang paling saya takutkan tadi, dan benar, Ijazah saya belum diselamatkan. 


Alhamdulillah ya Allah, tidak terjadi apa-apa. Ini pelajaran berharga untuk kedepannya… saya tidak mau lagi memisahkan barang berharga saya dengan surat-surat penting punya Ibu saya. Saya kapok! Dan setelah melihat sendiri sumber api dari mana, dan memastikan sudah tidak ada lagi titik api kecil yang kemungkinan bisa menimbulkan api yang lebih besar saya memutuskan untuk kembali ke kantor.


Nb: Api bersumber dari dapur Hotel Marannu, yang temboknya berbatasan langsung dengan kebun belakang rumah saya. Tapi karena api sangat besar, dan mengingat material mayoritas rumah di Asrama kami yang sangat mudah terbakar makanya menimbulkan kepanikan yang berlebih. Jika Pemadam tak cepat bertindak, Allhualam… tulisan ini tidak akan terangkai seperti ini, malam ini.


Terimakasih Pak Anto, Terimakasih Puat… Terimakasih ya Allah untuk perlindunganmu selalu untukku dan untuk orang-orang yang saya sayangi.

Post a Comment

0 Comments